Pengajaran Daring di Tengah Pandemi COVID-19
Jakarta, LINK—Dunia pendidikan di Indonesia terdampak pandemi COVID-19. Di Jubilee School, siswa-siswanya belajar dari rumah terhitung sejak 16 Maret 2020. Siswa-siswa belajar dengan metode daring (online). Kebijakan tersebut dibuat oleh Yayasan Citra Bangsa Mulia dan dilaksanakan oleh segenap civitas akademika Jubilee School sesuai kebijakan pemangku kepentingan dalam menghadapi COVID-19.
Selama masa pembelajaran jarak jauh (home learning), orang tua turut memotivasi sekaligus mendukung putra putrinya agar tetap bersemangat dalam belajar. Begitu banyak kendala yang dihadapi tapi pengajaran harus tetap berjalan, melalui Zoom meeting guru-guru bertatap muka dengan siswa-siswa walaupun tak sepenuhnya dapat menyerap polah atau tingkah laku mereka.
Dalam pandangan Bapak Yohannes Djemakir, Wakil Ketua Yayasan Citra Bangsa Mulia Bidang Akademik - Sekolah Jubilee, guru dituntut lebih kreatif, juga agar guru lebih jeli memilah mana pelajaran yang esensial dan nonesensial. “Bagaimana belajar yang menyenangkan tetapi mencerdaskan dan mengundang kreativitas siswa. Siswa-siswa dilatih untuk lebih belajar mandiri, mereka dituntut untuk disiplin sebab kalau tidak disiplin tak akan berhasil. Tentu motivasi dan keterlibatan orang tua serta keluarga akan sangat membantu,” kata Pak Yo. Meskipun tidak tatap muka, yang berhubungan dengan pendidikan karakter juga bisa dikembangkan seperti cinta kasih, jujur, kemurahan hati, disiplin, kreativitas, keuletan, kesabaran, inovasi, keterampilan dan sebagainya.
Menurut Laoshi Muksin Sibarani, guru Bahasa Mandarin SMA Jubilee, proses pembelajaran secara daring (dalam jaringan) prinsipnya sama yaitu, guru dan murid saling berinteraksi meskipun memiliki keterbatasan bila dibandingkan pembelajaran tatap muka biasa. “Jenis tugas-tugas yang diberikan dengan membuka buku dengan chapter-chapter yang sudah ditentukan dan memakai aplikasi Google Meet, Zoom meeting, atau Webex. Dan tugas-tugas dikumpulkan di Google Class Room (GCR), WA dan Line,” tutur Laoshi Muksin.
Mr Alexander Banus, Guru Agama Katolik SMP Jubilee mengatakan kendala kadang-kadang pada sinyal internet yang tak lancar, tapi sejauh ini baik-baik saja. “Tugas-tugas diberikan dan dikumpulakan di GCR, sehingga secara langsung maupun tidak langsung diawasi oleh supervisor, kepala sekolah, bahkan dari pihak diknas,” kata Mr Lexi.
Sementara itu. Ms Sabina Said, Guru Matematika FES mengajar melalui sistem daring 3 sampai 4 jam dalam sehari. “Dukanya nggak ketemu murid kangen juga, ingin belajar seperti biasa lagi. Sukanya jadi harus belajar lagi sesuatu yang baru agar mengenal teknologi zoom, GCR. dan yang lain,” katanya.
Lain lagi dengan kisah Ms Monalisa Idylla, guru K1 ECP Jubilee. Awalnya guru-guru bingung bagaimana pembelajaran taman kanak-kanak yang interaktif dan konkret harus dilakukan secara jarak jauh. Sekolah harus kreatif dan berinovasi dalam memberikan pembelajaran daring. “Tidak hanya guru, anak-anak dan orang tua juga harus menyesuaikan diri dengan cepat. Tentu semua ini tidak mudah, namun perlahan guru-guru mulai menemukan format pembelajaran yang tetap asyik dan menyenangkan. Guru-guru sangat berterima kasih dan menghargai usaha orang tua dalam mendampingi anak-anak belajar secara daring,” tegas Ms Mona.
“Pembelajaran online tidak hanya memengaruhi saya sebagai guru secara psikologis, namun juga memengaruhi murid-murid saya. Murid-murid saya merasa kesepian dan merindukan teman-teman dan guru-gurunya, mereka merasakan ini sangat sulit untuk dilalui,” kata Ms Hardiyanti Dewi, guru matematika FEP. Namun sisi positifnya adalah siswa-siswa dan saya sebagai guru mulai mahir menggunakan teknologi. “Kita mulai tahu menggunakan beberapa aplikasi yang tidak kami ketahui sebelumnya,” kata Ms Dewi.
Menurut Laoshi Dewi Erni, guru bahasa Mandarin SD Jubilee lumayan melelahkan sistem pengajaran daring, sampai kadang memikirkan tugas hingga tengah malam. Beruntung dia terbantu dengan aplikasi Zoom dan GCR. “Kalau boleh sekolah lagi aja, kalau bisa corona ini cepat berlalu. Anak-anak tidak mengerjakan tugas tepat waktu, hingga guru harus menagih-nagih tugas tersebut. Tidak mudah untuk guru bahasa Mandarin karena harus ada pelajaran menulis, membaca, dan berbicara. Jadi, harus mendengarkan mereka satu persatu. Lebih baik saat Zoom, kita minta mereka membaca, kita bisa menilai langsung mereka satu persatu,” kata Laoshi Dewi. (Ab/JMC)